Fatimah Zahra
Fatimah, puteri Rasulullah SAW, memiliki status paling tinggi di antara semua karakter tersebut. Karakteristiknya identik dengan apapun yang dinilai Al-Quran sebagai terpuji dan berharga pada diri perempuan. Berikut ini merupakan sejumlah laporan yang diriwayatkan tentang status spiritualnya.
- Fatimah merupakan sosok terpilih di antara seluruh perempuan di dunia.
- Fatimah bercakap-cakap dengan para malaikat dan bahkan setelah wafatnya Rasulullah SAW, berbicara dengan Jibril dan menerima beberapa penjelasan darinya.
- Fatimah dipandang pada darjat tinggi oleh Allah dan Allah telah menetapkannya sebagai salah seorang hamba-Nya yang terpilih.
- Fatimah merupakan titik sentral Ahlul Bait Nabi SAW dan semua anggota yang dirujuk pada Ahlul Bait berada dalam terminologi hubungan mereka dengannya. Diriwayatkan bahwa Allah, ketika berbicara kepada Jibril, merujuk pada anggota-anggota keluarga suci ini dalam terminologi berikut; mereka adalah Fatimah, ayahnya, suaminya, dan putra-putranya.
- Fatimah adalah salah satu dari orang-orang yang bersegera dalam melakukan semua perbuatan baik.
- Fatimah merupakan seorang manusia tersabar, yang mengalami berbagai derita dan diksriminasi dari orang-orang zalim tetapi tidak pernah mengutuk seorang pun dari mereka.
- Fatimah memiliki status tinggi sebagai eksistensi suci yang mampu memberikan pertolongan (syafaat) atas izin Allah untuk umat manusia.
- Fatimah merupakan kriteria bagi perbuatan-perbuatan manusia pada hari pengadilan
- Fatimah mengaplikasikan seluruh kualitas dan posisi tersebut pada perilakunya yang khas terhadap kehidupan dan perubahannya serta energi Fatimah yang seakan tak pernah habis dalam meraih pertumbuhan spiritual dan kesempurnaan
Sikap Fatimah terhadap Kehidupan
Sebuah telaah yang seksama tentang gaya hidup Fatimah menunjukkan bahwa seluruh hidupnya dibentuk satu prinsip yang esensial; lebih memilih kesusahan daripada kemudahan.
Seseorang mungkin akan terkejut ketika mengetahui prinsip seperti itu; mengapa ia mesti memilih prinsip tersebut dan melaksanakannya sepanjang hayat? Di Dunia modern kita, yang di dalamnya seluruh nilai secara drastis mengalami metamorfosis dan yang di dalamnya teknologi bermaksud untuk mereduksi kesulitan dan memanjakan manusia dengan kemungkinan maksimal dari kemudahan dan kenyamanan, pertanyaan di atas jelaslah sangat relevan. Islam, bagaimanapun, memiliki pandangannya tersendiri.
Ketika berbicara tentang penemuan diri dan pertumbuhan spiritual, Islam mendorong adanya pengalaman dalam menghadapi kesulitan hingga batas yang layak bagi seseorang. Membangun suatu karakter memerlukan ketahanan akan kesusahan.
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (QS. Al-Insyirah : 5)
Ini merupakan prinsip yang sama, yang dapat ditemukan dalam kehidupan semua orang saleh, para reformis besar, dan semua pencari tujuan-tujuan yang bermakna. Berikut beberapa contohnya.
- Lebih memilih kemiskinan ketimbang kemakmuran dan kekayaan. Meskipun memiliki penghasilan yang stabil dari tanah Fadak, Fatimah hidup dalam kemiskinan dan mendermakan penghasilannya pada fakir miskin. Ia diriwayatkan pernah berkata, ”Aku tidak memiliki sesuatu apapun kecuali sepasang sepatu sobek dan penuh tambalan serta sehelai pakaian dan selembar hijab dalam kondisi yang sama.”
- Lebih mencintai orang lain daripada diri sendiri; putra Fatimah, Sayyidina Hasan mengenang ibunya sebagai berikut, ”Suatu kali, ibuku mendirikan shalat sejak pertengahan malam hingga fajar menjelang dan mendoakan seluruh orang kecuali dirinya sendiri. Aku bertanya, kenapa ? beliau berkata, putraku tersayang! Yang pertama adalah tetangga lalu dirimu.
- Lebih menyukai kesederhanaan daripada kemewahan. Fatimah mendermakan perhiasan-perhiasan lehernya, anting-anting, perhiasan-perhiasan anak-anaknya, dan gorden-gorden rumahnya yang indah untuk membantu kemajuan Islam. Ayahnya, Nabi SAW, merupakan sumber pendorong akan hal ini.
- Lebih menyukai usaha dan kesulitan daripada kemudahan dan kemalasan. Fatimah bersikeras mengerjakan sendiri tugas-tugas rumah tangga dan tangannya menunjukkan efek kerja keras itu.
- Lebih menyukai shalat malam daripada tidur dan beristirahat. Putranya, Sayyidina Hasan pernah menuturkan, ”Tak seorang pun yang lebih mengabdi daripada Fatimah. Ia berdiri di atas kakinya (mendirikan shalat) begitu lama sehingga kakinya bengkak ”Pada sebagian besar malamnya, ia mendirikan shalat hingga pagi hari.”
- Lebih suka menentang kezaliman daripada diam. Fatimah adalah pejuang Tuhan di hadapan kezaliman, khususnya setelah Rasulullah SAW wafat, ketika dirinya melancarkan protes terhadap berbagai ketidakadilan dengan keberanian luar biasa. Dua di antara penentangannya yang penting tercermin dari dua khutbah yang disampaikannya; satu di masjid dihadapan semua orang, satunya lagi di rumah di hadapan kehadiran orang-orang yang datang menjenguknya tatkala sakit. Ia memohon kepada suaminya, Sayyidina Ali, agar menguburkannya diam-diam sehingga orang-orang zalim tidak mengetahui kuburnya dan, dengan begitu, terhindar dari hipokritas (kemunafikan) yang dipertontonkan orang-orang tersebut setelah kematiannya. Ini juga merupakan suatu bentuk yang kompleks dari penentangan Fatimah as terhadap kezaliman orang-orang tersebut. Semua yang disebutkan di atas secara konsisten dilaksanakan karena Fatimah hendak meraih status tinggi dari keridhaan Allah serta dileburkan dalam eksistensi-Nya yang abadi, tangga tertinggi dari kesempurnaan manusia. Kaum perempuan yang hidup semasa dengan Fatimah mengatakan bahwa Fatimah memiliki seluruh karakteristik kemanusiaan yang transenden. ”Aku tidak pernah melihat seorang perempuan yang lebih peduli daripada Zahra.” ”Rasulullah SAW memberikan padaku putrinya. Maka, kudidik sang putri itu tetapi ia ternyata lebih terdidik dibandingkan aku.” Istri Nabi SAW, Aisyah berkata, ”Aku tidak pernah melihat seorang perempuan pun yang lebih mukmin daripada Fatimah.” Aku tidak pernah melihat siapa pun yang lebih utama dibanding Fatimah kecuali ayahnya.”
Haruslah diperhatikan bahwa kualitas-kualitas yang disebutkan dari sumber-sumber yang berbeda, sebagai bukti bagi status spiritual Fatimah dan karakter teladannya, merupakan tanga-tanda umum kesempurnaan bagi segenap manusia, di mana masalah gender sama sekali tidak berperan apapun dalam konteks ini.
Kesimpulan
Sudah menjadi Fitrah Manusia untuk mencontoh sosok yang ideal. Dalam Islam, sosok yang ideal mewujud pada pribadi-pribadi tertentu, yang memiliki nilai-nilai spiritual termulia.
Melalui sebuah telaah terhadap karakter-karakter dalam Al-Quran dan teks-teks Islam, menjadi jelas bahwa kesempurnaan spiritual terbuka bagi siapapun, baik pria maupun perempuan. Kami menyajikan beragam contoh mengenai perempuan-perempuan yang telah meraih kedekatan dengan Tuhan dan menjadi teladan bagi pria dan perempuan di seluruh penjuru dunia. Dalam pribadi-pribadi yang disebut sebagai ”empat perempuan sempurna” kesalehan-kesalehan abadi telah dipaparkan, seperti kesabaran, kesucian, dan keberanian. Sebagai perempuan, mereka juga menampilkan diri di hadapan kaum perempuan Muslim, pelbagai model peran yang ideal dalam tugas-tugasnya sebagai istri dan ibu. Pada diri Maryam as, kita menyaksikan pengaruh langsung kesuciannya dalam membesarkan dan mendidik puranya, Nabi Isa as. Pada Khadijah, kita melihat signifikansi persahabatan seorang istri pada suaminya dalam mendukung sang suami dalam kehidupan yang berorientasi Ilahiah. Pada karakter Aisyah as, kita mengamati suatu personifikasi keberanian dan pengabdian pada Tuhan dalam penentangannya terhadap tirani dan kezaliman suaminya. Semua kebaikan dan kesalehan tersebut bersatu padu dalam semangat tanpa akhir pada diri Fatimah az-Zahra as. Ia benar-benar merupakan perempuan paling inspiratif dalam penciptaan dan cahayanya bersinar layaknya obor yang menerangi umat manusia.
Seorang perempuan Muslim selamanya diberkati dengan keberadaan para teladan tersebut, yang menampilkan baginya suatu bimbingan dan inspirasi yang diperlukan untuk meraih kesempurnaan dan tetap mulia di antara perempuan-perempuan lain di masanya.
No comments:
Post a Comment